Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata

A.    Pengertian

A. Pengertian

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh Undang-Undang kepada seseorang atau badan hukum dalam hal tertentu untuk melawan Putusan Hakim. Artinya, Upaya hukum ini digunakan sebagai jalan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan Putusan Hakim serta dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, karena tidak memenuhi rasa keadilan.

B. Jenis-Jenis Upaya Hukum

Upaya hukum terdiri dari upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah upaya hukum yang dipergunakan bagi Putusan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam asasnya, upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali terhadap Putusan serta merta).

Upaya Hukum Biasa

Terdapat 3 (tiga) jenis upaya hukum biasa yaitu:


Perlawanan / Verzet

Perlawanan atau biasa yang dikenal dengan istilah Verzet ialah upaya hukum terhadap suatu Putusan atas ketidakhadiran Tergugat (Putusan Verstek).


Dasar hukum dan pihak yang dapat mengajukan Verzet


Verzet sendiri diatur dalam Pasal 129 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIRyang menyatakan:


Tergugat yang sedang dihukum sedang ia tidak hadir (Verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan perlawanan atas putusan itu.


Berdasarkan ketentuan Pasal di atas, dapat diartikan bahwa pihak yang mengajukan Verzet adalah Tergugat saja atau Kuasa Hukumnya yang ditunjuk untuk itu.


Tenggang waktu mengajukan Verzet (Pasal 129 ayat (2) HIR)


Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan tenggang waktu mengajukan Verzet diantaranya:

a. Tergugat yang dihukum dengan Verstek berhak mengajukan Verzet dalam waktu 14 (empat belas) hari, terhitung setelah tanggal pemberitahuan Putusan Verstek itu diberitahukan langsung kepada Tergugat.

b. Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada Tergugat sendiri dan pada waktu Peringatan (Aanmaning) Tergugat hadir, maka tenggang waktunya sampai pada hari ke-8 (kedelapan) sesudah Aanmaning tersebut.

c. Jika Tergugat tidak hadir pada waktu Aanmaning maka tenggang waktunya adalah hari ke-8 (kedelapan) sesudah Sita Eksekusi dilaksanakan.

Banding

Banding adalah upaya hukum yang dapat digunakan oleh para pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan dalam Pengadilan Tingkat Pertama.

  

Dasar hukum mengenai Banding diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura (UU No. 20 Tahun 1947) serta ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman (UU No.4 Tahun 2004) yang menyatakan:

(1) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

 


Tenggang waktu pengajuan permohonan Banding


Tenggang waktu mengajukan permohonan Banding adalah 14 (empat belas) hari kalender, dihitung keesokan harinya setelah Putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan Putusan. hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947.


Permohonan Banding harus diajukan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri) yang menjatuhkan Putusan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947.

 

Selanjutnya, Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan Banding terdaftar. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU No. 20 tahun 1947.


Pemohon tidak wajib menyertakan Memori Banding dalam permohonannya


Tidak ada kewajiban bagi pihak yang mengajukan permohonan Banding, untuk menyertakan Memori Banding dalam permohonannya.


M. Yahya Harahap di dalam bukunya menjelaskan pada dasarnya pengajuan Banding dengan menyertakan Memori Banding bukan merupakan syarat formil. Hal ini diatur dalam Pasal 199 ayat (1) Rechtsreglement Buitengewesten ("RBG") yang menyatakan:

"jika dikehendaki (pemohon Banding), dapat disertai dengan surat memori dan surat lain yang dianggap perlu."


Selain itu, hal yang sama juga diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947 yang menyatakan: "Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan, asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri itu."


Hal tersebut dikuatkan kembali melalui Putusan MA No. 3135 K/Pdt/1983 yang pada intinya menyatakan tanpa Memori Banding atau Kontra Memori Banding, permohonan Banding sah dan dapat diterima, oleh karena itu perkara tetap diperiksa ulang secara keseluruhan.

Kasasi

Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak terhadap suatu Putusan yang dijatuhkan Hakim pada Pengadilan Tinggi.

Para pihak dapat mengajukan Kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi Putusan Hakim pada Pengadilan Tinggi tersebut kepada Mahkamah Agung.

 

Kasasi diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU No. 14 Tahun 1985).


Yang berhak mengajukan permohonan Kasasi


Mengenai siapa saja yang dapat mengajukan permohonan Kasasi khususnya dalam perkara Perdata, diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) huruf a UU No. 14 tahun 1985 yang menyatakan: "a. pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara".


Tenggang waktu pengajuan permohonan Kasasi


Mengenai dasar hukum pengajuan permohonan dan tenggang waktu pengajuan permohonan Kasasi diatur dalam ketentuan Pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan: "(1)Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon".


Selanjutnya, Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan Kasasi terdaftar. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 46 ayat (4) UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan: "Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan".


Pemohon Kasasi wajib menyertakan Memori Kasasi dalam permohonannya


Pemohon Kasasi wajib menyampaikan Memori Kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonannya didaftarkan, hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan: "(1) Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar".


Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan Memori Kasasi kepada pihak lawan (Termohon) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Memori Kasasi dari Pemohon. Hal tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan: "(2)Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari".


Setelah menerima salinan Memori Kasasi tersebut, Pihak Termohon wajib menyampaikan juga Kontra Memori Kasasi kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Pertama selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan Memori Kasasi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 tahun 1985.

Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Upaya hukum luar biasa terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:


Peninjauan Kembali

Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-Undang, terhadap Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara Perdata dan Pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.


       Alasan permohonan Peninjauan kembali

Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan jika memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan:

a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

  b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang   

      bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat  

     ditemukan;

 c. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa

    dipertimbangkan sebab-sebabnya;

a.   apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dnegan yang lain;

b.   apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

 

       Tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali

Ketentuan mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985 yang menyatakan:

Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk:

a.     yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

b.     yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;

c.      yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

d.     yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

 

Selanjutnya, permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh Pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama

 

       Tata cara pengajuan permohonan Peninjauan Kembali

Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh Pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 70 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh Pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan diajukan melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan Peninjauan Kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada Termohon. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 72 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

Tenggang waktu bagi Termohon untuk mengajukan jawabannya (Kontra Memori Peninjauan Kembali) adalah 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan Peninjauan Kembali. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 72 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985. Kontra Memori Peninjauan kembali tersebut disampaikan kepada Panitera pada pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama.

Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)

Upaya hukum Perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga ini merupakan upaya hukum luar biasa, karena pada azasnya Putusan Pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga. Namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak ketiga yang dirugikan oleh suatu Putusan Pengadilan, seperti penyitaan terhadap benda milik pihak ketiga.

Terhadap Putusan tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan Perlawanan (Derden Verzet) ke Hakim Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut.

 

       Tenggang waktu megajukan Perlawanan Pihak Ketiga

Mengenai Derden Verzet diatur dalam Pasal 195 ayat (6) HIR yang menyatakan:

Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu.

 

       Tenggang waktu mengajukan Perlawanan Pihak Ketiga

Umumnya Perlawanan yang dilakukan pihak ketiga (Derden Verzet) dapat dilakukan jika sudah ada penetapan sita eksekusi dari Pengadilan Negeri atas perkara yang diputus tersebut.

Derden verzet atas Sita Jaminan, dapat diajukan pihak ketiga (Pemilik Objek yang dijadikan Sita Jaminan) selama perkara yang dilawan belum mempunyai Putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perkara yang dilawan sudah memperoleh Putusan yang berkekuatan hukum tetap, upaya hukum yang dapat dilakukan pihak ketiga atas penyitaan itu, bukan Derden Verzet, tetapi berbentuk Gugatan Perdata biasa.

Ketentuan mengenai tenggang waktu di atas juga dikuatkan oleh Putusan MA No. 996 K/Pdt/1989 yang pada intinya menyatakan bahwa Derden Verzet yang diajukan atas Sita Jaminan yang diletakkan Pengadilan Negeri dalam suatu perkara Perdata, dapat dibenarkan selama Putusan perkara yang dilawan (perkara pokok) belum mempunyai kekuatan hukum tetap serta sita jaminan tersebut belum diangkat.

Berikut ini ringkasan dalam bentuk tabel mengenai upaya hukum dalam perkara Perdata.

Berikut ini ringkasan dalam bentuk tabel mengenai upaya hukum dalam perkara Perdata.


NO

KETERANGAN

UPAYA HUKUM BIASA

UPAYA HUKUM

LUAR BIASA

Perlawanan

(Verzet)

Banding

Kasasi

Peninjauan Kembali

Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)

1

Dasar Hukum

Pasal 129 ayat (1). HIR

UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura

Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

UU Nomor 8 Tahun 1981.

UU Nomor 14 Tahun 1985.

Pasal 195 ayat (6) HIR

2

Pihak yang dapat mengajukan upaya hukum

Tergugat yang sedang dihukum sedang ia tidak hadir (Verstek) dan tidak menerima putusan itu.



Dasar Hukum:

Pasal 129 ayat (1) HIR)

Para Pihak yang merasa tidak puas terhadap Putusan Hakim dalam Pengadilan Tingkat Pertama.


Dasar Hukum:

UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura; dan

Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman.

Para Pihak yang merasa tidak puas terhadap Putusan Hakim pada Pengadilan Tinggi.


Dasar Hukum:

Pasal 44 ayat (1) huruf a UU No. 14 tahun 1985.

Diajukan oleh Pihak-Pihak yang bersengketa.


Dasar Hukum:

UU Nomor 14 Tahun 1985.

Pihak yang semula bukan merupakan Pihak yang berperkara, akan tetapi mempunyai kepentingan atas objek yang disengketakan.


Dasar Hukum:

Pasal 195 ayat (6) HIR.

3

Tenggang waktu pengajuan upaya hukum

14 hari setelah Putusan Verstek diberitahukan/ disampaikan secara langsung kepada Tergugat.


Dasar Hukum:

Pasal 129 ayat (2) HIR.

14 hari setelah Putusan diucapkan dalam sidang atau diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan Putusan.


Dasar Hukum:

Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947.

14 hari setelah Putusan atau Penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada Pemohon.


Dasar Hukum:

Pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

180 hari berdasarkan persyaratan yang disebutkan dalam pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985.


Dasar Hukum:

Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985.

Selama Putusan dalam perkara pokok belum mempunyai kekuatan hukum tetap serta Sita Jaminan tersebut belum diangkat.


Dasar Hukum:

Yurisprudensi Putusan MA No. 996 K/Pdt/1989.

 

4

Penyerahan berkas pendukung dan tenggang waktunya

Menyerahkan Gugatannya. dalam tenggang waktu 14 Hari setelah menerima langsung pemberitahuan Putusan Verstek.

 

Dasar Hukum:

Pasal 129 ayat (2) HIR.

 

Pihak yang mengajukan Permohonan tidak wajib membuat/menyerahkan Memori Banding

 

Dasar Hukum:

   Yurisprudensi Putusan MA No. 3135 K/Pdt/1983.

1.    Pemohon wajib menyerahkan Memori Kasasi

 

 

Dasar Hukum:

Pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

 

2.    Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan Memori Kasasi kepada pihak lawan (Termohon) dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak diterimanya Memori Kasasi.

 

Dasar Hukum:

Pasal 47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985.

1. Pemohon menyerahkan Permohonan Memori Peninjauan Kembali.

 

Dasar Hukum:

Pasal 71 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

 

2.    Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan Memori Peninjauan Kembali kepada pihak lawan (Termohon) dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari sejak diterimanya Memori Peninjauan Kembali.

 

 

Dasar Hukum:

72 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

Seperti mengajukan perkara baru dalam Gugatan yaitu Pihak Derden Verzet membuat dan menyerahkan Gugatannya.

 

 

5

Pemberitahuan kepada pihak lawan

Pemanggilan para pihak merujuk pada ketentuan

Pasal 121 ayat (1) HIR.

Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan Banding terdaftar

 

 

Dasar Hukum:

Pasal 12 ayat (3) UU No.   

1.     Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 7  hari setelah permohonan Kasasi terdaftar.

 

Dasar Hukum:

Pasal 46 ayat (4) UU No. 14 Tahun 1985.

 

2.       Pihak Termohon wajib menyampaikan juga Kontra Memori Kasasi kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Pertama selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan Memori Kasasi.

 

Dasar Hukum:

Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 tahun 1985

 

Panitera wajib selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada Termohon.

 

 

 

Dasar Hukum:

Pasal 72 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemanggilan para pihak merujuk pada ketentuan

Pasal 121 ayat (1) HIR.

*Artikel ini ditulis oleh Shivendra Adistya, SH. dan Nikita Johanie, SH.

Silahkan hubungi kami apabila anda mempunyai pertanyaan lebih lanjut terkait artikel ini.

DHP Lawyers, Copyright 2023.

Shivendra Adistya, SH.
Shivendra Adistya, SH.
Senior Legal Assistant
Nikita Johanie, SH.
Nikita Johanie, SH.
Junior Legal Assistant
#caripengacara #pengacaralitigasi #pengacarasidang
DHPLawyers.Com

  23 Feb 2023