Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh Undang-Undang kepada seseorang atau badan hukum dalam hal tertentu untuk melawan Putusan Hakim. Artinya, Upaya hukum ini digunakan sebagai jalan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan Putusan Hakim serta dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, karena tidak memenuhi rasa keadilan.
Upaya hukum terdiri dari
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah upaya
hukum yang dipergunakan bagi Putusan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam
asasnya, upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali terhadap Putusan serta
merta).
Terdapat 3 (tiga) jenis upaya hukum biasa yaitu:
Perlawanan atau biasa yang dikenal dengan istilah Verzet ialah upaya hukum terhadap suatu Putusan atas ketidakhadiran Tergugat (Putusan Verstek).
Dasar hukum dan pihak yang dapat mengajukan Verzet
Verzet sendiri diatur dalam Pasal 129 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang menyatakan:
Tergugat yang sedang dihukum sedang ia tidak hadir (Verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan perlawanan atas putusan itu.
Berdasarkan ketentuan Pasal di atas, dapat diartikan bahwa pihak yang mengajukan Verzet adalah Tergugat saja atau Kuasa Hukumnya yang ditunjuk untuk itu.
Tenggang waktu mengajukan Verzet (Pasal 129 ayat (2) HIR)
Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan tenggang waktu mengajukan Verzet diantaranya:
a. Tergugat yang dihukum dengan Verstek berhak mengajukan Verzet dalam waktu 14 (empat belas) hari, terhitung setelah tanggal pemberitahuan Putusan Verstek itu diberitahukan langsung kepada Tergugat.
b. Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada Tergugat sendiri dan pada waktu Peringatan (Aanmaning) Tergugat hadir, maka tenggang waktunya sampai pada hari ke-8 (kedelapan) sesudah Aanmaning tersebut.
c. Jika Tergugat tidak hadir pada waktu Aanmaning maka tenggang waktunya adalah hari ke-8 (kedelapan) sesudah Sita Eksekusi dilaksanakan.
Banding adalah upaya hukum yang dapat digunakan oleh para pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan dalam Pengadilan Tingkat Pertama.
Dasar hukum mengenai Banding diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa
dan Madura (UU No. 20 Tahun 1947) serta ketentuan Pasal 21 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman (UU No.4
Tahun 2004) yang menyatakan:
(1) Terhadap putusan pengadilan
tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
Tenggang waktu mengajukan
permohonan Banding adalah 14 (empat belas) hari kalender, dihitung keesokan
harinya setelah Putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang
tidak hadir dalam pembacaan Putusan. hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat
(1) UU No. 20 Tahun 1947.
Permohonan Banding harus
diajukan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri) yang
menjatuhkan Putusan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 7 ayat
(1) UU No. 20 Tahun 1947.
Selanjutnya, Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan Banding terdaftar. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU No. 20 tahun 1947.
Pemohon tidak wajib menyertakan
Memori Banding dalam permohonannya
Tidak ada kewajiban bagi pihak yang
mengajukan permohonan Banding, untuk menyertakan Memori Banding dalam
permohonannya.
M. Yahya Harahap di dalam bukunya menjelaskan pada
dasarnya pengajuan Banding dengan menyertakan Memori Banding bukan merupakan
syarat formil. Hal ini diatur dalam Pasal 199 ayat (1) Rechtsreglement
Buitengewesten ("RBG") yang menyatakan:
"jika dikehendaki (pemohon Banding), dapat disertai dengan surat memori dan surat lain yang dianggap perlu."
Selain itu, hal yang sama juga diatur dalam Pasal
11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947 yang menyatakan: "Kedua
belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada Panitera
Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan,
asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan dengan
perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan
Negeri itu."
Hal
tersebut dikuatkan kembali melalui Putusan MA No. 3135 K/Pdt/1983 yang pada intinya
menyatakan tanpa Memori Banding atau Kontra Memori Banding, permohonan Banding
sah dan dapat diterima, oleh karena itu perkara tetap diperiksa ulang secara
keseluruhan.
Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak terhadap suatu Putusan yang dijatuhkan Hakim pada Pengadilan Tinggi.
Para
pihak dapat mengajukan Kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi Putusan
Hakim pada Pengadilan Tinggi tersebut kepada Mahkamah Agung.
Kasasi diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU No. 14 Tahun 1985).
Yang berhak mengajukan
permohonan Kasasi
Mengenai siapa saja yang
dapat mengajukan permohonan Kasasi khususnya dalam perkara Perdata, diatur
dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) huruf a UU No. 14 tahun 1985 yang menyatakan: "a. pihak
yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam
perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum,
Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara".
Tenggang waktu pengajuan
permohonan Kasasi
Mengenai dasar hukum pengajuan permohonan
dan tenggang waktu pengajuan permohonan Kasasi diatur dalam ketentuan Pasal 46
ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan: "(1)Permohonan
kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan melalui
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan
yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon".
Selanjutnya, Panitera
Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan
(Termohon), selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan Kasasi
terdaftar. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 46 ayat (4) UU No. 14
Tahun 1985 yang menyatakan: "Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari
setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan dalam Tingkat Pertama
yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai
permohonan itu kepada pihak lawan".
Pemohon Kasasi wajib menyertakan
Memori Kasasi dalam permohonannya
Pemohon Kasasi wajib menyampaikan
Memori Kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonannya
didaftarkan, hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU No. 14
Tahun 1985 yang menyatakan: "(1)
Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi
yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar".
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama
memberitahukan dan menyampaikan salinan Memori Kasasi kepada pihak lawan
(Termohon) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya Memori Kasasi dari Pemohon. Hal tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal
47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 yang menyatakan: "(2)Panitera
Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima
atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut
kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari".
Setelah menerima salinan Memori
Kasasi tersebut, Pihak Termohon wajib menyampaikan juga Kontra Memori Kasasi kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Pertama selambat-lambatnya dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan Memori Kasasi.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 tahun 1985.
Upaya hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Upaya hukum luar biasa terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-Undang, terhadap Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara Perdata dan Pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Alasan
permohonan Peninjauan kembali
Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan jika memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985 yang
menyatakan:
a. apabila putusan didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu;
b. apabila
setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat
ditemukan;
c. apabila
mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
a. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai
suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama
tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dnegan yang lain;
b. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu
kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Tenggang
waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali
Ketentuan
mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali diatur dalam
Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985 yang menyatakan:
Tenggang waktu
pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk:
a. yang
disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak
putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan
kepada para pihak yang berperkara;
b. yang
disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal
ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
c. yang
disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap
dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
d. yang
tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara.
Selanjutnya,
permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh Pemohon kepada Mahkamah Agung
melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama
Tata cara
pengajuan permohonan Peninjauan Kembali
Permohonan Peninjauan
Kembali diajukan oleh Pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara
yang diperlukan. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 70 ayat (1) UU No.
14 Tahun 1985.
Permohonan
Peninjauan Kembali diajukan oleh Pemohon secara tertulis dengan menyebutkan
sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan diajukan
melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 14 Tahun
1985.
Setelah
Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima
permohonan Peninjauan Kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan
permohonan tersebut kepada Termohon. Hal tersebut diatur dalam ketentuan
Pasal 72 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.
Tenggang waktu
bagi Termohon untuk mengajukan jawabannya (Kontra Memori Peninjauan Kembali) adalah
30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan Peninjauan
Kembali. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 72 ayat (2) UU No. 14 Tahun
1985. Kontra Memori Peninjauan kembali tersebut disampaikan kepada Panitera
pada pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama.
Upaya hukum Perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga ini merupakan upaya hukum luar biasa, karena pada azasnya Putusan Pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga. Namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak ketiga yang dirugikan oleh suatu Putusan Pengadilan, seperti penyitaan terhadap benda milik pihak ketiga.
Terhadap Putusan tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan Perlawanan (Derden Verzet) ke Hakim Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut.
Tenggang
waktu megajukan Perlawanan Pihak Ketiga
Mengenai
Derden Verzet diatur dalam Pasal 195 ayat (6) HIR yang menyatakan:
Perlawanan
terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita
miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya
paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya
terjadi penjalanan keputusan itu.
Tenggang
waktu mengajukan Perlawanan Pihak Ketiga
Umumnya Perlawanan yang dilakukan pihak ketiga (Derden
Verzet) dapat dilakukan jika sudah ada penetapan sita eksekusi dari
Pengadilan Negeri atas perkara yang diputus tersebut.
Derden
verzet atas Sita Jaminan, dapat diajukan pihak
ketiga (Pemilik Objek yang dijadikan Sita Jaminan) selama perkara yang dilawan
belum mempunyai Putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perkara yang
dilawan sudah memperoleh Putusan yang berkekuatan hukum tetap, upaya hukum yang
dapat dilakukan pihak ketiga atas penyitaan itu, bukan Derden Verzet, tetapi
berbentuk Gugatan Perdata biasa.
Ketentuan mengenai tenggang waktu di atas juga
dikuatkan oleh Putusan MA No. 996 K/Pdt/1989 yang pada intinya menyatakan bahwa
Derden Verzet yang diajukan atas Sita Jaminan yang diletakkan
Pengadilan Negeri dalam suatu perkara Perdata, dapat dibenarkan selama Putusan
perkara yang dilawan (perkara pokok) belum mempunyai kekuatan hukum tetap serta
sita jaminan tersebut belum diangkat.
NO |
KETERANGAN |
UPAYA HUKUM BIASA |
UPAYA HUKUM LUAR BIASA |
|||
Perlawanan (Verzet) |
Banding |
Kasasi |
Peninjauan Kembali |
Perlawanan Pihak Ketiga (Derden
Verzet) |
||
1 |
Dasar Hukum |
Pasal
129 ayat (1). HIR |
UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura
Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman |
Pasal
30 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung |
UU Nomor 8 Tahun 1981. UU Nomor 14 Tahun 1985. |
Pasal 195 ayat (6) HIR |
2 |
Pihak yang dapat mengajukan upaya hukum |
Tergugat yang sedang dihukum sedang ia tidak hadir (Verstek) dan tidak menerima putusan itu. Dasar Hukum: Pasal 129 ayat (1) HIR) |
Para Pihak yang merasa tidak puas terhadap Putusan Hakim dalam Pengadilan Tingkat Pertama. Dasar Hukum:
UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura; dan
Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun
2004 tentang kekuasaan Kehakiman. |
Para Pihak yang merasa tidak puas terhadap Putusan Hakim
pada Pengadilan Tinggi. Dasar Hukum: Pasal
44 ayat (1) huruf a UU No. 14 tahun 1985. |
Diajukan oleh Pihak-Pihak yang bersengketa. Dasar Hukum: UU Nomor 14 Tahun 1985. |
Pihak yang semula bukan merupakan Pihak yang
berperkara, akan tetapi mempunyai kepentingan atas objek yang disengketakan. Dasar Hukum: Pasal 195 ayat (6) HIR. |
3 |
Tenggang waktu pengajuan upaya hukum |
14 hari setelah Putusan Verstek diberitahukan/
disampaikan secara langsung kepada Tergugat. Dasar Hukum: Pasal 129 ayat (2) HIR. |
14 hari setelah Putusan diucapkan dalam sidang atau
diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan Putusan. Dasar Hukum: Pasal
11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947. |
14 hari setelah Putusan atau Penetapan Pengadilan
yang dimaksudkan diberitahukan kepada Pemohon. Dasar Hukum: Pasal
46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985. |
180 hari berdasarkan persyaratan yang disebutkan
dalam pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985. Dasar Hukum: Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985. |
Selama Putusan dalam perkara pokok belum mempunyai
kekuatan hukum tetap serta Sita Jaminan tersebut belum diangkat. Dasar Hukum: Yurisprudensi Putusan MA No. 996 K/Pdt/1989. |
4 |
Penyerahan berkas pendukung dan tenggang waktunya |
Menyerahkan Gugatannya. dalam tenggang waktu 14 Hari
setelah menerima langsung pemberitahuan Putusan Verstek. Dasar Hukum: Pasal 129 ayat (2) HIR. |
Pihak yang mengajukan Permohonan tidak wajib membuat/menyerahkan
Memori Banding Dasar Hukum:
Yurisprudensi Putusan MA No. 3135 K/Pdt/1983. |
1.
Pemohon wajib
menyerahkan Memori Kasasi Dasar Hukum: Pasal
47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985. 2. Panitera
Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan Memori
Kasasi kepada pihak lawan (Termohon) dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
sejak diterimanya Memori Kasasi. Dasar
Hukum: Pasal
47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985. |
1. Pemohon menyerahkan Permohonan Memori Peninjauan
Kembali. Dasar Hukum: Pasal 71 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985. 2.
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama
memberitahukan dan menyampaikan salinan Memori Peninjauan Kembali kepada
pihak lawan (Termohon) dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari sejak
diterimanya Memori Peninjauan Kembali. Dasar
Hukum: 72 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985. |
Seperti mengajukan perkara baru dalam Gugatan yaitu
Pihak Derden Verzet membuat dan menyerahkan Gugatannya. |
5 |
Pemberitahuan kepada pihak lawan |
Pemanggilan para pihak merujuk pada ketentuan Pasal 121 ayat (1) HIR. |
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan
secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 14 hari
setelah permohonan Banding terdaftar Dasar Hukum: Pasal 12 ayat (3) UU No. |
1. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan
secara tertulis kepada pihak lawan (Termohon), selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan Kasasi terdaftar. Dasar Hukum: Pasal 46 ayat (4) UU No. 14 Tahun 1985. 2. Pihak
Termohon wajib menyampaikan juga Kontra Memori Kasasi kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Tingkat Pertama selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan Memori Kasasi. Dasar Hukum: Pasal
47 ayat (3) UU No. 14 tahun 1985 |
Panitera wajib selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada Termohon. Dasar Hukum: Pasal 72 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985. |
Pemanggilan para pihak merujuk pada ketentuan Pasal 121 ayat (1) HIR. |
Silahkan hubungi kami apabila anda mempunyai pertanyaan lebih lanjut terkait artikel ini.
DHP Lawyers, Copyright 2023.
23 Feb 2023