CARA MENDAPATKAN HAK SEBAGAI KONSUMEN AKIBAT KELALAIAN AGEN PERJALANAN WISATA ATAUPUN MASKAPAI PENERBANGAN | Pengacara Konsumen

LATAR BELAKANG

Pemerintah tetap terus berupaya untuk mengembangkan sektor kepariwisataan di Indonesia dengan tujuan untuk menghidupkan kembali usaha ekonomi kreatif masyarakat yang berimbas juga dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang baru, akibat sempat terpuruk karena kondisi pandemi Covid-19 yang masih terus terjadi hingga saat ini.

 

Untuk mendukung kebijakan pemerintah tersebut, tentunya perlu didukung oleh sarana dan fasilitas yang memadai bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan wisata ataupun perjalanan lainnya.

 

Kondisi wilayah negara Indonesia yang terbagi atas pulau-pulau, tentunya hanya dapat dijangkau oleh transportasi udara ataupun laut. Namun umumnya masyarakat selaku Konsumen lebih memilih trasportasi udara seperti pesawat terbang karena dinilai lebih efisien untuk memangkas waktu perjalanan sehingga menjadi lebih singkat.

 

Salah satu penyedia jasa transportasi udara adalah perusahaan Maskapai Penerbangan yang bertindak selaku operator dari pesawat terbang. Konsumen yang hendak melakukan perjalanan tentunya membutuhkan sarana dan fasilitas yang dapat mengakomodir kebutuhannya, Salah satunya untuk melakukan pemesanan tiket perjalanan.

 

Hadirnya pelaku usaha di bidang Agen Perjalanan merupakan solusi atas sarana dan fasilitas yang dibutuhkan Konsumen pengguna jasa Maskapai Penerbangan, khususnya untuk melakukan pemesanan tiket pesawat terbang. Semakin banyaknya pelaku usaha Agen Perjalanan yang menawarkan produk dan jasanya secara langsung (Offline) maupun melalui aplikasi (Online) tentunya dapat memudahkan Konsumen baik untuk melakukan pemesanan tiket perjalanan, penginapan hotel, maupun tiket masuk ke tempat wisata.

POKOK PEMBAHASAN

Disamping kemudahan-kemudahan yang diperoleh konsumen untuk melakukan perjalanan baik wisata maupun lainnya, seringkali timbul permasalahan-permasalahan yang menyebabkan kerugian bagi Konsumen selaku pengguna jasa. Sehingga, pada topik kali ini penulis akan membahas tentang cara mendapatkan hak akibat kelalaian-kelalaian yang biasanya terjadi dan dilakukan oleh Agen Perjalanan maupun Maskapai Penerbangan.

Analisa Hukum

Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata (Permen Parekraf 4/2014) yang berbunyi:

Usaha Jasa Perjalanan Wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata

 

Kemudian pada pasal 6 angka 1 Permen Parekraf 4/2014 disebutkan:

Usaha Agen Perjalanan Wisata meliputi ;

a.     jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi; dan

b.     pengurusan dokumen perjalanan.

 

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa Agen Perjalanan merupakan pelaku usaha yang bertindak sebagai, perantara khususnya bagi Maskapai Penerbangan untuk melakukan penjualan tiket kepada Konsumen yang akan melakukan perjalanan menggunakan pesawat terbang.

 

Pada dasarnya Konsumen diberikan sejumlah hak dan perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen).

 

Perlindungan yang dimaksud, dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen yang menyatakanPerlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

 

Namun memang perlu disadari bersama, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UU Perlindungan Konsumen secara umum, belum dapat mengakomodir seluruhnya hak-hak Konsumen selaku pengguna jasa untuk menuntut ganti rugi/kompensasi kepada Agen Perjalanan ataupun Maskapai Penerbangan, yang melakukan kelalaian sehingga merugikan Konsumen selaku pengguna jasa.

 

Sehingga diperlukan peraturan-peraturan khusus yang mengatur mengenai hal tersebut, sebagai acuan bagi Konsumen untuk memperoleh hak-hak nya selaku pengguna jasa.

 

Adapun permasalahan-permasalahan yang umumnya sering terjadi dan mengakibatkan kerugian bagi Konsumen selaku pengguna jasa Maskapai Penerbangan adalah sebagai berikut:

 

1.     Keterlambatan dan Pembatalan Perjalanan yang dilakukan Maskapai Penerbangan

Selaku Konsumen yang menggunakan jasa Maskapai Penerbangan untuk melakukan perjalanan udara, tentunya sering mengalami hal-hal yang merugikan seperti tidak sesuainya jadwal keberangkatan, bahkan sampai dibatalkannya perjalanan oleh Maskapai Penerbangan.

 

Berdasarkan Ketentuan Umum pada Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Perhubungan No 89 tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (Permenhub 89/2015), dijelaskan definisi dari keterlambatan penerbangan yaitu:

terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.

Sedangkan Ruang lingkup mengenai keterlambatan penerbangan yang disebabkan oleh Maskapai Penerbangan secara rinci diatur dalam ketentuan Pasal 2 Permenhub 89/2015 yang berbunyi:

Keterlambatan Penerbangan pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal terdiri dari:

a.     keterlambatan penerbangan (flight delayed);

b.     tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat   

udara (denied boarding passanger); dan

c.        pembatalan penerbangan (cancelation of flight).

 

Keterlambatan penerbangan sendiri dalam kententuan Pasal 3 Permenhub 89/2015 dikelompokan menjadi 6 (enam) kategori keterlambatan yaitu:

a.      Kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit;

b.     Kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit;

c.      Kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit;

d.     Kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit;

e.      Kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit; dan

f.       Kategori 6, pembatalan penerbangan.

 

Dalam hal Konsumen selaku pengguna jasa mengalami keterlambatan penerbangan (flight delayed), yang masuk dalam kategori 1 sampai dengan 5 maka, Maskapai Penerbangan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi/kompensasi kepada Konsumen selaku pengguna jasa.

Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 9 angka 1 huruf a sampai e Permenhub 89/2015 yang berbunyi:

(1)   Badan Usaha Angkutan Udara wajib memberikan kompensasi sesuai  dengan kategori keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa:

a.     Keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan;

b.     Keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box);

c.      Keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meal);

d.     Keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal);

e.      Keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa ganti rugi sebesar rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

 

Sedangkan, Konsumen selaku pengguna jasa yang mengalami pembatalan penerbangan (cancelation of flight), seperti yang dimaksud dalam kategori 6, maka Maskapai Penerbangan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi/kompensasi kepada Konsumen selaku pengguna jasa sesusai dengan ketentuan Pasal 9 angka 1 huruf f Permenhub 89/2015 yang berbunyi:

Keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket).

 

Dalam hal Konsumen yang merasa dirugikan dengan keterlambatan penerbangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ganti kerugian terhadap Maskapai Penerbangan ke pengadilan negeri setempat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum.

2.     Rusak atau hilangnya barang milik Konsumen

 

Agen Perjalanan, dalam hal ini tidak bisa dimintakan pertanggung jawaban mengenai kerusakan atau hilangnya barang milik Konsumen yang melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang. Karena Agen Perjalanan hanya merupakan pelaku usaha yang bertindak sebagai perantara penjualan tiket perjalanan kepada Konsumen.


Umumnya kerusakan atau kehilangan barang terjadi saat Konsumen menggunakan jasa Maskapai Penerbangan dalam hal ini pesawat terbang. Barang yang rusak atau hilang tersebut dapat dikategorikan sebagai Bagasi Tercatat, yang penjelasannya terdapat dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 8 Permenhub 77/2011 yang berbunyi:

 Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama.

Berdasarkan penegertian diatas dapat diuraikan Bagasi Tercatat adalah barang yang dititipkan oleh Konsumen kepada pihak Maskapai Penerbangan pada saat melakukan pelaporan/Check-In di loket kerberangkatan.

Jika memang pihak Maskapai Penerbangan terbukti melakukan kesalahan / kelalaian, pihak Maskapai Penerbangan tersebut wajib mengganti kerugian atas hilang atau rusaknya barang milik Konsumen.

Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 5 Permenhub No.77/2011 yang berbunyi:

(1) Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:

a.   kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu Rupiah) per kg dan paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empatjuta Rupiah) per penumpang; dan

b.     kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat.

(2)   Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandar udara tujuan.

(3)   Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga)hari kalender.

Namun demikian menurut pasal 6 angka 1 dan angka 2 disebutkan :

(1)   Pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat, kecuali pada saat pelaporan keberangkatan (check-in), penumpang telah menyatakan dan menunjukkan bahwa di dalam bagasi tercatat terdapat barang berharga atau barang yang berharga, dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya.

(2)   Dalam hal pengangkut menyetujui barang berharga atau barang yang berharga di dalam bagasi tercatat diangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut dapat meminta kepada penumpang untuk mengasuransikan barang tersebut.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal di atas, Konsumen harus membuktikan terlebih dahulu, apakah barang yang rusak atau hilang memang disebabkan oleh kelalaian dari pihak Maskapai Penerbangan sebelum menuntut haknya untuk mendapatkan ganti rugi/kompensasi.

 

Prosedur yang harus dilakukan oleh Konsumen yang menggunakan jasa Maskapai Penerbangan untuk menuntut ganti rugi akibat rusak atau hilangnya barang dalam Bagasi Tercatat diatur dalam Pasal 22 angka 2 Permenhub 77/2011 yang berbunyi:

Apabila bagasi tercatat dan atau kargo yang diterima dalam keadaan rusak, musnah dan atau hilang, tuntutan terhadap pengangkut harus diajukan secara tertulis pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang atau penerima kargo.

 

Namun apabila pihak Maskapai Penerbangan tidak memberikan ganti rugi/kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, Konsumen dapat menuntut pihak Maskapai Penerbangan, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 23 Permenhub 77/2011 yang berbunyi:

Besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutup kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

3.     Layanan atau fasilitas yang diberikan tidak sesuai 

Baik Agen Perjalanan maupun Maskapai Penerbangan tidak boleh memberikan pelayanan ataupun fasilitas yang berbeda dari apa yang telah informasikan kepada Konsumen berdasarkan keterangan dalam iklan atau promosinya kepada Konsumen.

 

Merujuk pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen menyatakan pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.


 

Sedangkan, merujuk pada ketentuan di dalam Pasal 62 UU Perlindungan Konsumenpelaku usaha dalam hal ini Agen Perjalanan ataupun Maskapai Penerbangan dapat diancam pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar jika melanggar ketentuan dalam Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen tersebut.


Tak hanya itu saja, pelaku usaha yang bersangkutan juga dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa pembayaran ganti rugi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 63 angka 3 huruf c UU Perlindungan Konsumen.

 

4.     Kecelakaan dalam Perjalanan

 

Defisini Kecelakaan menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Permenhub 77/2011 diartikan sebagai peristiwa pengoperasian pesawat udara yang mengakibatkan kerusakan berat pada peralatan atau fasilitas yang digunakan dan/atau korban jiwa atau luka serius.

 

Dalam ketentuan Pasal 2 huruf a Permenhub 77/2011 dijelaskan mengenai  tanggung jawab Maskapai Penerbangan selaku operator pesawat terbang bertanggung jawab atas kerugian yang diderita Konsumen yang menginggal dunia, cacat tetap, atauluka-luka. Konsumen selaku pengguna jasa yang mengalami salah satu dari insiden tersebut menggunakan jasa Maskapai Penerbangan memperoleh hak untuk mendapatkan ganti rugi/ kompensasi sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 3 Permenhub 77/2011 yang berbunyi: 

Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-Iuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a ditetapkan sebagai berikut:

 

a.     penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp.1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang;

Kesimpulan

Pada dasarnya, Konsumen selaku pengguna jasa baik Agen Perjalanan maupun Maskapai Penerbangan sudah dijamin hak-haknya berdasarkan ketentuan peraturan dan Undang-Undang yang ada di Republik Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi konsumen yang merasa dirugikan atau dilanggar hak-hak nya atas kelalalian yang disebabkan oleh Agen Perjalanan maupun Maskapai Penerbangan.

Permasalahan antara Konsumen dan Agen Perjalanan ataupun Maskapai Penerbangan umumnya dapat diselesaikan melalui cara mediasi terlebih dahulu, tanpa harus melalui proses Peradilan. Karena pada dasarnya setiap pelaku usaha Agen Perjalanan ataupun Maskapai Penerbangan harus tunduk pada kententuan dan aturan hukum yang berlaku di Republik Indonesia.

 

Namun jika Konsumen merasa pemenuhan hak-hak atas tuntutan ganti rugi/kompensasi yang diberikan oleh Agen Perjalanan maupun Maskapai Penerbangan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka Konsumen dapat mengajukan gugatan ganti rugi/kompensasi melalui Pengadilan Negeri, melalui Badan Arbitrase ataupun Badan Penyelesaian Sengketa lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku di Republik Indonesia.


Dasar Hukum:

1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2.      Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

3.      Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

4.      Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014;

5.      Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;

6.      Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia;

7.      http://eprints.ums.ac.id/88871/2/BAB%20I.pdf;

8.      https://www.hukumonline.com/klinik/a/perhatikan-ini-bila-ingin-berlibur-menggunakan-jasa-itravel-agent-i-lt53f457b05faef.

*Artikel Hukum ini disiapkan oleh team Legal Assistant kami, Shivendra Adistya, SH., dan Sri Haryati, SH.

Silahkan hubungi kami apabila anda mempunyai pertanyaan lebih lanjut.

DHP Lawyers, Copyright 2022.

PRAYOGO ADVOCATEN Law Firm (DHPLawyers.com)

Corporate Legal | Litigation | Debt & Asset Recovery

  •  Menara Cakrawala 12th Floor, Unit 1205A, Jl. M.H. Thamrin No.9, RT.002 / RW.001, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat 10340 - Indonesia.
  •  Google Maps: https://maps.app.goo.gl/CFG9ZJjhobJZyaps9
  •  (021) 5890 5002
  •  (+62) 812-8791-9141
  •  legal@dhplawyers.com
  •  Monday - Friday: 8.00 AM - 8.00PM (Reservation Needed). Saturday & After Hours: please contact us in case of emergency situation
  •  NITA - OPERATIONAL MANAGER

Temukan kami di Social Media

  •  
  •  
Administrator

  17 Feb 2022